Senin, 27 Desember 2010

cerpen

BEASISWAKU, OMONG KOSONG!
Batusangkar , 26 November 2010

Aku tak mengerti dengan cita-cita Ibuku
Ah, apakah pendidikan menjamin kesejahteraan manusia sampai akhirnya mata mereka tertutup?
Kalau gratis Oke lah…semuanya akan berjalan lancar. Tapi apa sih yang gratis zaman stress hari ini?Buang air saja minimal 2.000 lepas dari tangan. Uang yang jumlahnya bisa kudapatkan setengah hari jika kerupuk balado daganganku laku.

“udah tu ka, keringkan lagi…kapan selesainya!”
Phuft…kaget jantungku. Apa yang kulakukan?kerupuknya belum aku keringkan dari minyak-minyak yang mengganggu kelezatannya. Bergegas aku menaburkan semuanya ditempayan yang biasa ku gunakan untuk mengeringkan kerupuk buatan Ibuku.
Sambil mengayak kerupuk tersebut, sesekali aku menoleh kearah Ibu. Ya, dialah sosok yang ku banggakan semangat juangnya dalam menghidupiku kami berdua setelah 2 tahun yang lalu Ayahku sudah istirahat ditempat yang sudah dijanjikanNya.

“Besok Ibu mau ke SMA tu lagi ka, mudah-mudahan permohonan kita diterima”
Ujar Ibu sambil mengaduk gulai untuk sambal kami malam ini. Tuh kan, Ibu kembali bercerita tentang niatnya yang tak pernah surut untuk mencari kesempatan untukku agar bisa sekolah gratis di SMA manapun dikota ini. Aku muak sebenarnya !karna aku tidak terlalu minat untuk memakai seragam putih abu-abu dizaman serba rumit ini.

“Udah tu Bu, masih banyak cara lain untuk hidup kok Bu.Kan ga’ harus sekolah. Ibu bakalan dicemo’oh lagi sama mereka Bu… ” Aku berusaha untuk mempengaruhi Ibu agar mengurungkan niatnya untuk melanjutkan perjuangannya yang ku anggap sia-sia itu.

“Jangan sok tau kamu ka, sekarang mana ada anak-anak yang ga sekolah! Miskin kan bukan berarti ga bisa sekolah. Apalagi di SUMBAR ini, malu sama orang sekeliling kalo kamu ga’ sekolah! Walaupun perempuan, kamu harus berpendidikan. Jangan kaya’ Ibu! Udah ga berpendidikan, penyakitan lagi. ”
Aku hanya bisa diam kalau Ibu sudah berapi-api mengeluarkan pendapatnya
“Pokoknya kamu diam aja. Ikut apa kata Ibu! Anak tunggal kok ga sekolah kan kasian kamu nanti kalo Ibu ga ada!”
***
Batusangkar, SMA N 1 Permai, Senin 27 November 2010
“Assalamualaikum pak, numpang tanya..” Ibuku mendekati guru yang duduk dimeja pendaftaran.
“Kalau mau ketemu Bapak Kepala Sekolahnya bisa ga’ ya pak?”
“Ibu mau ngapain lagi?kan sudah kami jelaskan kemarin tidak ada beasiswa yang Ibu minta dari sekolah kami Buk, ini sekolah unggul..!” Dengan sinisnya Bapak yang duduk dimeja pendaftaran tersebut menanggapi Ibuku. Aku mulai geram tapi aku tahan.


“Ibu mau ngapain lagi?kan sudah kami jelaskan kemarin tidak ada beasiswa yang Ibu minta dari sekolah kami Buk, ini sekolah unggul..!” Dengan sinisnya Bapak yang duduk dimeja pendaftaran tersebut menanggapi Ibuku. Aku mulai geram tapi aku tahan.
“Itu makanya kami ingin ketemu Bapak kepala sekolah pak, biar kami puas dengan jawaban Bapak. Anak saya pintar pak! Tapi agak menurun saja nilainya pas UN. Itu aja kok pak, Bapak bisa lihat rapornya pak”. Ibu ku berusaha membujuk Bapak yang sombong tadi sambil membuka rapor dan menyodorkannya ke arah beliau.
“ah, ga usah buk. Lagian Bapak Kepsek sibuk! Ada rapat! Ibu cari sekolah lain dech…maaf saya mau melayani yang lain!” lalu guru yang sombong tersebut melengah dan melayani yang lain, sementara itu aku melihat air mata Ibuku berlinang. Akupun mengajak Ibu duduk diteras kantor itu sambil ku azzamkan dalam hati kalau aku tidak akan sekolah dan menyentuh dunia-dunia pendidikan lagi.
Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami. Ibu sibuk dengan air matanya. Aku ingin teriak dan memaki-maki guru – guru disini yang angkuh seperti raja diatas singgasananya. Tapi aku tidak ingin membuat onar disini. Ah terbayang kegagalanku dalam UN kemarin. Aku biasanya juara 1. Tapi Karena guru-guru yang tak bermoral dan tak mendidik anak dengan baik, malah mengasih kunci jawaban pada anak lain. Dan…juara 1 ku pun menjelma jadi 10 besar di UN. Hhh…kenangan pahit!
“Permisi buk…!” sapaan seorang guru perempuan membuyarkan lamunan kami
“Eh, iya silakan Buk” ujar Ibu ku sambil berusaha untuk tetap tersenyum. Guru tersebut langsung duduk disamping Ibu.
 “Saya sudah dengar permasalahan Ibu. Maafkan Bapak tadi ya Bu. Beliau memang emosian. Kalau saya boleh saran Bu, bagusnya Ibu membuat permohonan bantuan dana ke Pemerintah kabupaten, alamatkan ke Bapak Bupati   ”
Dengan separuh tidak percaya Ibu ku tidak terlalu semangat merespon.
“Apa mungkin kami bisa mendapatkannya Buk, disini saja kami tidak dilayani. Apalagi di Gedung Megah itu”. Mendengar ujaran Ibuku, guru tersebut tersenyum dan merangkul Ibuku.
“Tak satu jalan ke Roma bu, apalagi demi kebaikan. Mana mungkin pemerintah kita tidak mengabulkannya”
Ada angin segar terasa menyentuh semangat jiwaku dan aku pun melihat wajah ceria Ibu kembali muncul. Ah, ada apa ini, kenapa aku merasa senang? Bukankah aku  tidak minat sekolah lagi?
“Nanti saya jelaskan bagaimana prosedur memasukkan permohonan kesana. Ibu datang aja kerumah saya di depan simpang empat jalan ke  SMA ini. Oh iya, saya Nadia.” Dengan agak gugup Ibu menyambut salam Ibu guru yang baik hati tersebut yang setelah itu bergilir kearahku.
“Be..benarkah Ibu nadia?”
“kita lihat aja nanti!”
Dan jalan didepanku terasa berkilau apalagi melihat sang idolaku, Ibuku yang tegar sudah kembali tersenyum. Baiklah bu, kalau memang Ibu senang melihat aku melanjutkan studi ku, akan ku ikuti Bu. Ah, apa sih yang ga’ bagi Ibu. Asalkan kta bersama selamanya.
                                                                     ***
Batusangkar, kantor Bupati, Rabu/ 29  November 2010
Ya, aku sangat hafal syarat-syarat memasukkan  permohonan  beasiswa ke Kantor Bupati nan bak istana ini, setelah bercerita panjang lebar di rumah Ibu Nadia kemarin. Persyaratannya Copyan ijazah SMA lengkap dilegalisir, surat keterangan miskin dari kepala Desa,  yang dilengkapi dengan proposal 1 bundel, sekaligus sebongkah do’a dan harapan yang selalu dilontarkan setealh selesai menghadap-Nya dalam 5 waktu seharian.
Dengan penuh semangat yang menggebu dan dada berdebar aku beranjak mendekati receptionist. Dengan melontarkan berbagai pertanyaan  padaku, receptionist itupun tersenyum dan meninggalkan pesan yang sangat aku suka
“Ooo….masih ada ya beasiswa untuk siswa miskin dan pintar? Hmm..kamu orang yang terakhir yang akan mendapatkannya mungkin. Karena sudah ada 5 orang yang menerima dari 6 kesempatan  yang tersedia. Semuanya berasal dari SLTP yang tidak sm dengan SLTP kamu dek, Mantap! Jangan pernah putus asa dalam berjuang ya dek, mudah-mudahan proposal ini diterima dan kamu bisa sekolah. InsyaAllah tidak sesulit yang diduga, karena prosedur disini berjalan sangat profesional” dengan ketegasan dan penuh wibawa Bapak tersebut telah memoles semangatku dan terasa semakin berkilau.
Ah, aku jadi malu dengan kondisi hatiku kemarin ini yang tidak mau sekolah. Padahal pendidikan itu penting dizaman ini. Dengan sedikit berlari aku beranjak mendekati sepedaku dan mengayuhnya dengan kecepatan tinggi. Aku tidak sabar mencurahkan kebahagiaanku pada Ibu yang mungkin sedang membungkus karupuak balado andalan kami selama ini. Ya, kebahagiaan ini harus dibagi walaupun hanya tentang keberhasilanku mengantarkan proposal ke PEMDA.
Batusangkar, Rumah ku, 01 Desember 2010
“Ada apa lagi ini? Kenapa bisa ditolak buk? Apa lagi bahan yang tidak kami lengkapi?”
Ujarku kepada Ibu Nadia yang baru saja kembali dari kantor Bupati untuk check kondisi proposal indahku kemarin ini.
“Tidak ada yang kurang Siska, hanya saja jatah beasiswa itu untuk 1 orang lagi dan itu sudah diambil oleh…oleh… ” agak gugup Ibu Nadia sang jagoan kami menjelaskannya kepada kami.
“Oleh siapa bu?” aku mendesaknya
“Oleh... Ratih…ponakan Bapak Syamsul, receptionist yang kamu temui dulu”
Ratih? Dia lagi? Dia yang telah merebut juara 1 dari tanganku dengan jalan haram, sekarang kembali merebut masa depanku? Ternyata memang benar…pendidikan kotor dan menjadi hina dimataku.
“Kenapa bisa bu?Bukankah Siska pendaftar terakhir dan kuotanya sudah penuh waktu itu? apakah itu disebabkan oleh hubungan keluarga?” dengan suara yang bergetar saya mencoba untuk meredam emosi.
“Bisa jadi dek, Ibu sebenarnya juga khawatir ini akan terjadi. Tapi tidak ada salahnya kita mencoba lagi ” Ibu Nadia ku yang baik hati kembali ingin mengobarkan semangat ku untuk terus berjuang. Ini mengingatkanku pada nasehat munafik sang receptionist itu! Huh…dimana letak profesionalnya kalo seperti ini?sampai kapan orang-orang yang bertengger didalam istana megah itu mempermainkan orang-orang kecil seperti kami.
“”Ga usahlah bu, biarlah kami bergelimang dengan dunia penjualan karupuak balado ini. kami bahagia kok.  Asalkan masih bisa makan untuk menyambung kehidupan dan halal pula. Ya kan bu?” ujarku sambil tersenyum kearah Ibuku yang dari tadi hanya diam tidak mengomentari perdebatan sengitku dengan Ibu Nadia tadi.
“Ibu ga marahkan?” ujarku pada Ibuku yang membelakangiku dengan kursinya. Kursi kesayangannya apabila ingin merenung atau beristirahat sejenak setelah letih bekerja. Tapi Ibu hanya diam saja dan tidak bergerak sedikitpun. Aku tau Ibu ku marah padaku mendengar ujaranku yang memutuskan untuk tidak melanjutkan perjuangan dalam mencari bantuan dana. Dengan senyum ikhlas, aku beranjak menghampiri Ibuku dan meninggalkan Ibu Nadia didekat tumpukan bungkusan karupuak baladoku. Aku pun merangkul Ibu dari belakang sambil membujuknya
“”Buu, jadi pedagang kerupuk ini pun ga hina kok bu. Kita masih bisa makan kok…dan jalannya juga halal bu. Nanti siska akan buat perusahaan dech…”
Ujarku manja..tapi Ibuku tetap diam tak bergerak. Astaga, …
“Bu, sakit ya?Ibu…atau tidur?” ujarku cemas sambil menggerak-gerakkan tubuh Ibu. Tapi Ibu tetap tidak bergeming sedikitpun. Jantungku semakin kencang berdetak. Aku pun memegang dahi Ibu dan lehernya..dan semuanya DINGIN…!
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar